ETNIS MANDAILING DI DELITUA BERLOGAT MELAYU

KECAMATAN Delitua, satu di antara kecamatan yang berada dalam wilayah Kabupaten Deli Serdang. Kecamatan yang berbatasan dengan Kota Medan ini membawahi 3 desa dan 3.kelurahan. Desa Suka Makmur, Kedai Durian, dan Mekar Sari, Kelurahan Delitua, Delitua Barat, serta Delitua Timur.

Berbagai etnis dan budaya mendiami kecamatan yang terkenal dengan situs " Pancur Gading "  tempat pemandian putri hijau. Etnis yang dominan bermukim di Delitua; Mandailing, Jawa, Karo, dan Melayu. Warga atau suku Mandailing umumnya bertempat tingggal di pinggir Jalan Besar Delitua sampai ke tepi Sungai Deli.

Dahulu rumah warga Mandailing berbentuk panggung dan bertangga. Lantai dan dinding rumah ditutup dengan papan. Sedangkan atap berupa seng dan daun nipah yang dianyam. Sementara kolong rumah dijadikan tempat bermain anak, menyimpan barang, dan kandang ayam.

Sejak tahun 1970-an satu demi satu rumah panggung berubah menjadi rumah semi permanen dan gedung bertingkat. Eksistensi rumah panggung di Delitua sudah langka. Setahu penulis, hingga kini hanya tersisa 3 rumah panggung di Delitua yang tetap dilestarikan dan dirawat pemiliknya. Satu unit di Desa Suka Makmur dimiliki keluarga bermarga Hasibuan. Satu unit di Desa Kedai Durian dimiliki keluarga bermarga Nasution. Satu unit berada di Kelurahan Delitua dimiliki keluarga marga Nadution.

Etnis Mandailing yang bermukim di Delitua umumnya bermarga Nasution, Lubis, Harahap, Hasibuan, Siregar, Dalimunthe, Daulay. Orang Mandailing sampai dan menetap di Delitua setelah perjalanan merantau dari Tapanuli Selatan.

Logat Melayu

Ironis! Banyak generasi muda suku Mandailing di Delitua yang tidak mampu dan tidak paham berbahasa daerahnya. Hal itu disebabkan orang tua kurang, bahkan tidak membudayakan bahasa daerah dalam forum keluarga.

Kondisi itu terus mengerus keterasingan bahasa Mandailing dalam diri generasi muda, sehingga mereka nyaris tidak paham berbahasa Mandailing. Realita itu memunculkan corak baru dalam berbahasa generasi priode tahun 1960 - 1990-an. 

Sudahlah mereka tidak paham berbahasa daerah Mandailing, mereka pun dalam berbahasa sehari- hari berlogat Melayu. Logat Melayu itu paling kentara perubahan vocal A diakhir kata ditukar menjadi O. Juga ada perubahan vocal E menjadi O.

Beberapa contoh kata yang mengalami perubahan siapo (siapa), berapo (berapa), apo (apa), di mano (di mana),  kelapo (kelapa),  dado (dada), boras (beras), podas, koras (keras), porang (perang), torang (terang), golap (gelap). Logat tersebut terus bertahta dikalangan generasi muda kurun waktu hingga tahun 1990-an. Hal itu terjadi dikarenakan adanya interaksi antara orang Mandailing dengan orang Melayu di kawasan Delitua. 

Pemukiman warga Mandailing 

Logat Melayu yang diucapkan oleh warga Mandailing di Delitua itu merupakan ciri khas yang unik, menarik, dan asyik. Betapa tidak, jika ada orang yang berlogat Melayu seperti yang penulis paparkan di atas, pastilah itu orang Mandailing dari Delitua.  Sayangnya, selaras dengan perjalanan waktu, ciri khas warga Mandailing Delitua itu hanya tinggal sisa  itupun bertahan bagi kalangan kaum tua. Kalaupun terdengar logat Melayu dilisankan warga Mandailing saat ini lebih mengedepankan rasa kebersamaan dan kedekatan antara seseorang dengan yang lain.

Hampir lenyapnya logat Melayu yang dituturkan orang Mandailing di Delitua tidak lepas dengan semakin luasnya interaksi warga ke kota. Juga ditopang oleh semakin banyak warga kota Medan yang pindah menetap ke Delitua. Warga Mandailing pun mayoritas telah menempuh pendidikan sampai perguruan tinggi. Kalau pada masa penulis remaja, kuliah di perguruan tinggi kurang direspon, karena masalah faktor ekonomi. Namun sekarang orang tua memacu anaknya sampai meraih sarjana.

Membudayakan Budayakan Bahasa Mandailing

Bahasa daerah, dalam konteks ini Bahasa Mandailing urgen para orang tua dan tokoh masyarakat di Delitua membudayakan bahasa lisan Mandailing kepada generasi muda. Jika pemberdayaan dan membudayakan Bahasa Mandailing tidak dilakukan mulai sekarang, sangat dikhawatirkan generasi muda akan semakin jauh dan tidak mengenal bahasa daerahnya.

Kondisi tersebut pasti sangat miris sekali. Betapa tidak, para leluhur sejak berabad lalu telah mengupayakan bahasa daerah untuk koloninya. Bahasa daerah merupakan identiras suatu daerah dan kekayaan bangsa yang harus tetap dilestarikan dan diwariskan kepada generasi sekarang dan yang akan datang. Ayo...! ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDAKI SERIBU ANAK TANGGA ZIARAH KE MAKAM SAHABAT RASULULLAH

KESEDERHANAAN SAID BIN AMIR

SEBUTIR PELURU