KESEDERHANAAN SAID BIN AMIR

Jejak Sahabat
KETIKA Umar bin Khattab memecat Guberbur Syria, Muawiyah, beliau harus ekstra berhati-hati mencari penggantinya. Hal itu disebabkan Syria merupakan daerah yang rawan. Sebelum kedatangan agama Islam di daerah tersebut pernah menjadi budaya kristen dan perdagangan. Berbagai godaan dan rangsangan memenuhi kota itu.

Umar bin Khattab memegang prinsip yang kokoh, "setiap kesalahan yang dilakukan penguasa dan pejabat yang dipilihnya, maka orang yang pertama yang akan ditanya di hadapan Allah Swt adalah dirinya (Umar bin Khattab). Baru kemudian penguasa yang melakukan kezaliman

Umar memilih Said bin Amir menggantikan posisi Muawiyah. Sahabat baginda Rasulullah Muhammad Saw ini merupakan sosok orang yang taqwa kepada Allah Swt. Beliau dikenal sebagai sosok yang berhati mulia, zuhud, dan wara'. Dalam setiap perjuangan Rasulullah Muhammad Saw, Said tetap menyertainya.

Semula Said menolak jabatan tersebut. Setelah didesak Umar, dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab Said menerima amanah dari Umar. Sejak itu resmilah Said bin Amir menjadi gubernur Homs, Syria.

Ketika dilantik menjadi gubernur, Said baru menikahi gadis idaman hatinya. Untuk itu, Umar membekali Said dengan sejumlah uang. Setelah berada di kota Homs, istrinya ingin membeli perlengkapan rumah tangga, pakaian, dan perlengkapan kehidupan seorang pejabat. Namun Said tidak menyetujui keinginan istrinya.

"Apakah kamu ingin saya tunjukkan sesuatu yang lebih baik daripada belanja barang? " tanya Said.

"Kita berada di negara yang pesat pedagangannya. Alangkah baiknya uang pemberian Umar kita manfaatkan untuk modal perdagangan," sambung Said dengan penuh semangat.

"Bagaimana kalau perdagangan itu rugi?" tanya istri Said.

"Ada jaminannya, tidak akan rugi," kata Said meyakinkan istrinya.

"Saya setuju," balas istrinya.

Said berangkat ke pasar membeli keperluan hidup secukupnya. Sedangkan uang sisa belanja beliau sedekahkan kepada fakir miskin.

Tiap kali istrinya bertanya tentang perdagangan yang dijalankan oleh Said, maka dengan semangat Said menjawab, "Perdagangan berjalan dengan lancar dan keuntungan terus bertambah dengan cepat"

Suatu kali di hadapan tamu yang datang ke rumah mereka, istrinya bertanya lagi tentang perdagangan yang diusahakan Said. Beliau hanya tersenyum, sehingga menimbulkan tanda tanya di benak istrinya. Said didesak sang istri, agar menjelaskan dengan jujur keadaan perdagangan mereka 

"Sisa uang yang diberi Umar saya sedekahkan kepada fakir miskin," kata Said menjelaskan.

Istrinya sangat terpukul dan menangis setelah mendengar penjelasan Said. Istrinya menyesali tindakan Said yang menyedekahkan semua harta mereka.

"Saya mempunyai banyak teman yang telah mendahului saya menghadap Allah. Saya tidak menyimpang dari jalan mereka, walaupun harus ditebus dengan dunia dan isinya," kata Said.

"Wahai istriku, bukankah engkau mengetahui, bahwa di dalam Surga  banyak bidadari berwajah cantik. Seandainya satu saja menunjukkan wajahnya di muka, maka akan teranglah permukaan bumi, karena sinar wajahnya mengalahkan bulan dan matahari," sambung Said memberi pengertian kepada istrinya.

"Istriku, mengorbankan dirimu untuk mendapoatkan bidadari lebih baik daripada mengorbankan mereka"

Istrinya termangu. Kini dia menyadari, bahwa apa yang telah dilakukan oleh suaminya adalah jalan terbaik. Dia mengikhlaskan harta mereka yang telah disedekah suaminya kepada fakir miskin.

Umat bin Khattab sebagai khalifah tidak hanya duduk diam menanti informasi. Secara diam-diam Umar mencari tahu atau memantau kepemimpinan Said bin Amir.

Umar mendapat informasi dari rakyat, bahwa Said dalam kepemimpinannya mempunyai tiga kelemahan. Pertama, Said keluar dari rumah untuk menemui warga setelah tinggi matahari. 

Kedua, Said tidak melayani masyarakat pada malam hari. Ketiga, Said setiap bulan dua hari tidak bersedia melayani masyarakat.

Umar memanggil Said untuk menjelaskan  persoalan yang dirasakan oleh warganya. Dengan tenang Said menjelaskan ketiga kelemahan yang dituduhkan penduduk kepadanya.

"Saya tidak menemui warga pada pagi hari, demi Allah keluarga kami tidak mempunyai asisten rumah tangga. Pagi hari saya harus mengaduk tepung dan membuat roti, baru kemudian sholat Dhuha. Setelah itu barulah saya melayani warga" kata Said menjelaskan

"Tuduhan kedua saya tidak melayani warga pada malam hari, karena siang hari saya melayani warga, maka pada malam hari saya gunakan untuk beribadah kepada Allah Swt," sambung Said dengan tenang.

"Sedangkan tuduhan yang ketiga, dua hari dalam sebulan saya tidak melayani rakyat, karena dua hari itu saya gunakan untuk mencuci pakaian," lanjut Said.

Siapa pun kita, khususnya pejabat, istri, dan anggota keluarganya urgen memetik teladan dari kehidupan Said bin Amir. Posisi Said sebagai gubernur seandainya dia mau merupakan jalan mudah untuk memperkaya diri, namun beliau tidak gelap mata. Bahkan dia mampu membuka mata istrinya untuk tidak terbuai dengan permainan dunia. 

Said dan istrinya hidup dalam kesederhanaan. Untuk membiayai kelangsungan hidup, mereka hanya memanfaatkan gaji yang diterima Said sebagai gubernur. 

Derajat kehidupan mereka sama dengan rakyat biasa. Tiada jurang antara gubernur dengan warganya. Kesederhanaan hidup tangga Said berpegang dengan hadisz Rasulullah Muhammad Saw; "Allah Swt akan menghimpun manusia untuk dihadapkan kepada mahkamah Allah. Datanglah rombongan orang miskin berdesak-desak maju ke depan sebagaimana kawanan burung merpati. Ada yang berkata kepada mereka, berhentilah kalian untuk menghadapi perhitungan. Mereka menjawab, kami tidak punya apa-apa untuk dihisab"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDAKI SERIBU ANAK TANGGA ZIARAH KE MAKAM SAHABAT RASULULLAH

SEBUTIR PELURU