Postingan

PERJALANAN MENUJU RAMADHAN

Gambar
Puisi PERJALANAN MENUJU RAMADHAN Perjalanan menuju pintu Ramadhan sangat lama dan jauh Tetapi tidak melelahkan tak berpeluh keluh Jika berkendara iman Kemampuan untuk sampai ke pintu Ramadhan sangat terbatas  Sesuai jumlah tarikan nafas Banyak yang terhentu di tengah jalan Pasrah dengan takdir akhir hidup yang telah ditentukanNya Bersyukurlah bagi yang diberi kesempatan berjalan sampai ke pintu Ramadhan Jangan sia-siakan tarikan nafas yang tersisa Esok belum milik kita Tebus semua dosa dan kealpaan yang sudah membeku Istiqfar di bulan ini penuh keampunan...penuh keberkahan ✍️ JANGAN BIARKAN RAMADHAN BERLALU Siapa yang tersenyum menyambut Ramadhan  Lidah neraka malu menjilatnya Sejuta amal ibadah Berjuta-juta imbalan pahala Sejuta berkah terpampang di bulan ini Seandainya Ramadhan hanya ditatap Sejuta kerugian berlabuh dalam hidup Sejuta penyesalan berlabuh di hati Jangan biarkan langkah Ramadhan berlalu Rangkul Ramadhan dengan hati putih, agar bulan emas bertahta menaburi indahnya iman

KIDUNG JIWA

Gambar
Puisi KIDUNG JIWA BUAT AYAH DAN BUNDA Ay ah dan emak tercinta Engkau bagaikan dua buah sayap yang mengendalikan kami terbang Menyusuri angkasa Kepakan sayapmu menderu-deru di antara awan Meskipun badai dan hujan menghujam Engkau berkata tulus; untuk asa Kini engkau telah pergi memenuhi janji menghadap sang Khalik Membawa amal, ibadah yang engkau siapkan Biarpun hati ingin betsamamu Menatih hari tuamu Kami tak kuasa menahan kuasaNya Kami lepas kepergianmu dengan sepuluh jari tangan Berjalanlah ayah dan emak dengan senyum menuju surgaNya Doa kami Ya...Rabbi, ampunkanlah dosa ayah dan emak kami Ayah dan emak tercinta, walaupun kedua sayap kami telah patah Kami tidak akan pernah oleng melanglang buana Kami akan terbang di antara mega Kami tidak akan menghujam ke bumi Ayah dan emak tercinta Wejangan yang engkau bius di hati kami Tak kan lekang dimakan masa Kebersamaan dan persaudaraan yang engkau tumbuhsuburkan di mata kami akan terus bernyawa Sejalan perputaran waktu ***** W A J A H Wajah.

MENTARI KECIL BULAN RAMADHAN

Gambar
SIANG itu mentari mencurahkan kekuatan panasnya ke bumi sangat terik. Mungkin kemudahan mentari meluncurkan panas dikarenakan lapisan ozon yang sudah menipis. Pernah kudengar seorang ahli mengatakan, bahwa ozon lapisan utama yang menghalangi siraman panas matahari terjun bebas ke bumi. Aku menghentikan sepeda motor persis didepan warung makan. Aku sudah lama menjadi pelanggan makan siang di rumah makan itu. Selain harganya sesuai dengan isi kantongku, cita rasanya lumayan nikmat di lidah orang awam seperti aku. Warung makan itu milik mang Karya yang dibangun di bawah pohon mahoni dan di atas beton penutup parit. Biasanya warung itu terbuka polos tanpa dinding terpal. Sekarang warung tersebut sekelilingnya ditutup dengan kain spanduk iklan produk makanan instan. Keadaan itu sebagai apresiasi mang Karya terhadap bulan Ramadhan dan ummat Islam yang sedang melaksanakan ibadah puasa. Langkahku masuk ke dalam warung sebagai langkah setan. Setan mengajak dan menemaniku untuk makan dan minum d

ASA SEPANJANG DETAK JANTUNG

Gambar
Cerpen BIASANYA istriku, Salma menyiapkan sarapan untukku, tetapi pagi itu dia hanya duduk di kursi meja makan dengan wajah sedih. Kegesitan dan keriangannya memasak nasi, menggoreng telur, dan mengaduk segelas teh manis untukku, sedikit pun tidak tergambar pagi itu. Aku tak terlalu khawatir dengan perubahan sikapnya, karena aku merasa hal itu pembawaan dari janin yang telah bersemayam di dalam rahim Salma. "Masih mual, Sal?"  tanyaku.   Salma hanya menggeleng. "Lho...koq menangis?" Salma menyeka air matanya yang tiba-tiba saja bercucuran mengalir membasahi pipinya. Aku bingung, karena tidak tahu entah apa yang membuat hatinya begitu bersedih. "Aku mimpu, Bang,"   kata istriku sambil terisak. Aku mendekat kepada Salma dan duduk persis di sebelah kanannya. Aku membelai rambut hitamnya. Salma merebahkan kepalanya ke dadaku sebagai ungkapan minta perlindungan dan kasih sayang dariku. "Mimpi hanya bunga tidur. Mimpi bukan isyarat. Tak perlu mimpi dijadika

BUKAN RUMAH PARCEL

Gambar
Cerpen Analisa SEBUAH parsel ukuran besar teronggok di sudut ruang tamu rumah dinasku. Keberadaannya langsung mengingatkanku tentang larangan menerima parcel bagi pejabat pemerintah. Aku tidak mau diposisikan sebagai pembakang terhadap atasan. Aku tidak mau diklasifikasi sebagai pejabat penerima suap. Aku tidak mau menjadi orang penengadah tangan kepada orang. Begitupun, aku berprasangka baik. Kuyakinkan hatiku, parsel itu bukan pemberian orang, tetapi dibeli oleh istriku. Lantaran menjadi tradisi istriku, setiap lebaran harus ada minimal dua buah parsel yang berisi alat pecah-belah dan buah-buahan. Menurut pandanganku, parsel yang dipajang istriku lebih dominan sebagai perbuatan pemborosan, dan ajang gengsi. Isi parsel itu tidak pernah dibagikan atau dicicipi oleh tamu yang datang bersilaturrahmi ke rumah kami. Tamu hanya punya kesempatan untuk melihatnya saja. Namun, aku tidak ngotot memaksa istriku untuk mengakhiri tradisi itu. Keadaan sudah terkondisi dengan keadaan orang tuanya ya

DARI SEBUAH SURAU

Gambar
Cerpen RINTIK-RINTIK hujan terlihat jelas di sorotan lampu sepeda motor yang dikendarai Adlin. Pria lajang itu tidak menghiraukannya. Laju sepeda motor dipercepatnya menerobos jalan bebatuan yang kian gelap ditelan malam. Rintik hujan kian tak bersahabat. Guyuran hujan semakin deras. Meskipun tempat tujuan Adlin tinggal dua kilometer lagi, dia merasa tak mampu untuk menerobos derasnya hujan. Beliau berteduh di sebuah surau. Surau itu berupa bangunan panggung. Dinding dan lantainya terbuat dari papan. Langit-langitnya tanpa asbes. Cahaya yang menerangi surau itu hanya sebuah lampu pijar. Adlin duduk beralaskan sajadah. Dia tak merasa sendirian di surau itu. Bathinnya mengatakan ada yang menemaninya dan terus mengawasi setiap langkahnya. Namun Adlin tak takut. Malah bathinnya merasakan ketenangan dan kenyamanan. Sorot mata Adlin tertuju ke jam dinding yang ada di surau. Hampir pukul setengah sepuluh. Sementara hujan belum juga reda. Jalan bebatuan yang persis berada di depan surau, sunyi

REMBULAN DAN BINTANG BERCAKAP DENGANKU

Gambar
Cerpen AKU sangat ambisius untuk duduk menjadi anggota DPRD Provinsi Seribu Pulau. Jujur saja! Keambisiusanku menjadi anggota dewan karena termotivasi dapat bekerja dengan ringan dan mudah. Datang, duduk, dengar, dan  dengkur. Kemudian setiap bulan mendafat gaji dan fasilitas puluhan juta rupiah. Ditambah lagi rumah, mobil dan plesiran sambil reses.  Aku sangat ambisius untuk menjadi anggota DPRD Propinsi Seribu Pulau. Sebenarnya dapat dipastikan aku tidak terpilih menjadi anggota dewan. Lantaran aku berada di posisi nomor urut kedua dalam daftar pencalonan. Sementara di daerah pemilihanku, PPR (Partai Pembela Rakyat) hanya memperoleh jatah satu kursi sesuai dengan jumlah suara yang memilih partaiku. Nomor urut pertama, Bang Rendy yang pasti lolos menjadi anggota dewan.  Kecewa dan marah menyesak di dada dan kepala. Akan tetapi bila Allah berkehendak semuanya bisa terjadi kapan dan di mana pun. Bang Rendy yang berada di urut nomor satu, meninggal dunia, karena kecelakaan. Otomatis aku