REMBULAN DAN BINTANG BERCAKAP DENGANKU

Cerpen


AKU sangat ambisius untuk duduk menjadi anggota DPRD Provinsi Seribu Pulau. Jujur saja! Keambisiusanku menjadi anggota dewan karena termotivasi dapat bekerja dengan ringan dan mudah. Datang, duduk, dengar, dan dengkur. Kemudian setiap bulan mendafat gaji dan fasilitas puluhan juta rupiah. Ditambah lagi rumah, mobil dan plesiran sambil reses. 

Aku sangat ambisius untuk menjadi anggota DPRD Propinsi Seribu Pulau. Sebenarnya dapat dipastikan aku tidak terpilih menjadi anggota dewan. Lantaran aku berada di posisi nomor urut kedua dalam daftar pencalonan. Sementara di daerah pemilihanku, PPR (Partai Pembela Rakyat) hanya memperoleh jatah satu kursi sesuai dengan jumlah suara yang memilih partaiku. Nomor urut pertama, Bang Rendy yang pasti lolos menjadi anggota dewan. 

Kecewa dan marah menyesak di dada dan kepala. Akan tetapi bila Allah berkehendak semuanya bisa terjadi kapan dan di mana pun. Bang Rendy yang berada di urut nomor satu, meninggal dunia, karena kecelakaan. Otomatis aku yang menggantikan posisinya. Aku berhak menduduki kursi anggota dewan.

" Maaf, Pak, mobil sudah siap saya panaskan, "  kata Supardi, supir pribadiku.

" Sepuluh menit lagi kita bergerak, "
balasku sambil melirik arloji.

Istri dan kedua anakku datang menemuiku di teras rumah. Kedua anakku yang masih balita duduk manja di pangkuanku. Sedangkan istriku sedang serius menelepon salon rambut langganannya.

" Berapa hari Abang reses ke daerah?, " tanya istriku setelah menutup pembicaraannya di handpone.

"  Tergantung, " jawabku singkat.

" Tergantung aku betah atau tidak di sana, "  sambungku.

Handponeku berdering. Yang muncul nomor handpone yang tidak kukenal. Cepat kutekan tombol penolakan.

" Namanya juga reses, istirahat. Jika suasana hotel dan alamnya nyaman, beberapa hari aku di sana, "  sambungku sambil menurunkan kedua anakku dari pangkuanku.

"  Da...papa, "  ujar kedua anakku dengan melambaikan kedua tangannya.

**********

SEHARI dalam perjalanan sangat melelahkan meskipun mengendarai mobil keluaran terbaru. Tapi aku tidak perlu risau, sebab uang reses puluhan juta rupiah masih utuh di dalam tabunganku. Uang sebanyak itu dapat kugunakan untuk berbagai referesing yang menyenangkan hati.

Setelah tiga hari menikmati fasilitas hotel berbintang dan panorama alam, aku mengadakan pertemuan dengan warga setempat. Untuk itu, aku tidak perlu sibuk menyelenggarakannya. Aku cukup hadir tepat waktu.

Masyatakat menyambut kedatanganku dengan penuh hormat. Sebuah spanduk ucapan selamat datang kepadaku menjadi latar belakang tempat pertemuan. 

Menurut pandangan mereka, aku pembesar negara yang pasti mampu dan mau memperjuangkan peningkatan kesejahteraan warga. Warga yang bekerja sebagai pemecah batu gunung, dan petani.

" Secara pribadi, kami tidak mengenal Bapak. Namun kami sangat berharap kepada Bapak, agar menyampaikan aspirasi kami kepada pemerintah. Kami berharap, pemerintah dapat memberi bantuan traktor dan mesin pemecah batu, " kata camat setempat dalam kata sambutannya.

" Kami sudah membantu Bapak duduk menjadi anggota dewan. Sekarang giliran Bapak, semogalah sudi memberikan bantuan kepada kami, "  seorang petani dengan spontan mengambil mikrofon dan menyampaikan rintihan hatinya.

Semua mata tertuju kepada lelaki berusia sekitar 60 tahun iru. 

" Pak, saya dengar dari berita di radio, uang reses anggota dewan, perorang mendapat puluhan juta. Kami berharap, bagilah sedikit untuk kami, " sambung lelaki tua itu lagi.

Aku terperangah. Hatiku tersinggung diungkit uang reses. " Itu hakku. Bukan untuk kalian, " begitu teriak hatiku.

Badanku basah bersimbah keringat, sebab pertemuan berlangsung di bawah pepohonan. Tanpa tenda, sehingga panas matahari langsung mengenai tubuh kami.

" Saudara-saudara, saya akan menyampaikan aspirasi seluruh warga kepada pemerintah, " balasku menberikan harapan.

Tepuk tangan bergema di ruang terbuka itu. Mereka amat yakin dengan ucapanku.

Tidak lama berselang, seorang pemuda berpakaian necis dengan lantang bersuara. Ratusan pasang mata tertuju kepadanya.

" Banyak uang rakyat untuk membiayai reses anggota dewan. Kami tidak butuh cuap-cuap. Kami tidak bisa kenyamg dengan janji manis, " kata pemuda itu.

" Kami ingin, uang reses itu jangan hanya bermakna untuk Bapak. Kami pun harus dapat merasakan maknanya, " sambung penuda itu.

Ajudanku datang menghampiriku. Dia membisikkan sesuatu di telingaku. Aku paham maksudnya. Aku pun menyetujui sarannya.

" Suadaraku, uang reses, tidak bisa digunakan untuk membeli traktor, atau mesin pemecah batu. Uang reses hanya boleh digunakan untuk biaya perjalanan reses. Begitupun, saya akan beri uang transpot kepada saudara-suadara, limapuluh ribu rupiah perkepala, " sambungku.

Tepuk tangan riuh dan berkali-kali ucapan terima kasih mereka sampaikan kepadaku.

" Pak Camat, tolong ajari warga Bapak bersopan santun, " kataku sembari meninggalkan lokasi pertemuan.

" Maaf, Pak, pemuda itu calon legeslatif yang telah dua kali gagal, " balas camat.

*********

AKU pulang ke rumah. Penampilan rumah dinasku semakin cantik, apalagi di halaman sudah ditata taman yang dilengkapi kolam kecil dengan air mancurnya.

" Bang resesnya, Bang?, " tanya istriku.

" Puluhan pengaduan warga dengan kemiskinannya. Mereka minta bagian uang reses, " jawabku.

" Lalu?, "

" Mana mungkin aku bisa mengangkat mereka dari kemiskinan. Aku saja belum setahun terangkat dari kemiskinan, " 

" Bagaimana dengan keinginan mereka meminta uang reses?, " 

" Ssssssssttt, "  ujarku memberi isyarat dengan merapatkan jari telunjuk ke bibirku.

" Jangan tanyakan masalah itu,."

" Bang, apa gunanya reses kalau..., " ucap istriku terputus, karena aku cepat memotongnya.

" Ssssssstttt. Kamu sudah tahu jawabannya, " kataku.

Malam terus bergeser menuju kebekuan dinginnya udara. Tidurku pun pulas dipeluk empuk kasur dan bantal. Mimpiku rembulan dan bintang bercakap-cakap denganku di pinggir danau. (Suka Makmur, Kamar Sepiku, 18 Mei 2005)

Analisa, Medan, 9 Juni 2005


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDAKI SERIBU ANAK TANGGA ZIARAH KE MAKAM SAHABAT RASULULLAH

KESEDERHANAAN SAID BIN AMIR

SEBUTIR PELURU