Cuap Golak

ORANG ATAU MANUSIA


Mengajar dan mendidik siswa di sekolah bukan pekerjaan yang mudah. Barangkali apa yang aku bilang itu sudah dirasakan, terutama omak-omak pada masa pandemi korona. Omak-omak harus berperan menjadi guru bantu di rumah. Iya kan, mak? Ontahlah!

Aku saat bersama anak murid di  ruang kelas tidak monoton bercakap tentang segudang ilmu pengetahuan. Aku harus pandai dan bisa mengolah suasana kelas menjadi nyaman. Kalau anak-anak sudah nyaman, barulah pembelajaran dapat berjalan baik. Iya kan? Iya kan sajalah!

Tips yang aku lakukan, terutama pada menit akhir jam pelajaran berintermezo ria. Ketawa-ketiwilah.

"Anak-anak, Bapak ada sebuah pertanyaan. Pilih satu jawaban yang paling benar, " kataku memulai intermezo ria.

"Siap, Pak!" Kata mereka bersamaan dengan penuh semangat.

"Baik! Allah menciptakan mahluk hidup terdiri atas manusia, hewan, dan tumbuhan. Pertanyaan Bapak, kalian manusia atau orang?"

Tak ada keraguan di wajah muridku untuk menjawab pertanyaan itu.

"Mana ada pilihan, Pak. Manusia dan orang sinonim, Pak," kata Armin, siswaku yang suka kritis.

" Benar, Armin. Kita cuma intermezo saja. Bercanda, " 

" Ayo...siapa yang menjawab pertama?, "  pancingku.

" Manusia, Pak, " jawab Andi sang ketua kelas dengan penuh keyakinan.

" Orang, Pak, " kata Isma, siswi yang paling lasak di kelas.

Semua siswaku menjawab manusia dan orang. 

" Yang menjawab manusia, maka dia manusia purba. Sedangkan yang menjawab orang, maka dia orang utan, " kataku sembari tersenyum.

Ooo...ukh....ukh! Sorak para siswaku, sehingga ruang kelas bergemuruh. Ada yang senyum kecil, tertawa ngakak, dan terkesan jengkel. 

*****

Esoknya, aku didatangi orang tua siswa, yang anaknya merasa jengkel ketika berintermezo.

"Koq Bapak bilang manusia dan orang berbeda. Manusia menjadi manusia purba, dan orang menjadi orang utan," kata orang tua siswa itu dengan nada kesal.

"Setahu saya nggak berbeda," sambung lelaki itu.

"Maaf, Pak, manusia dan orang memang berbeda," bantahku.

"Apa bedanya?"

Aku menarik nafas untuk mengonsentrasikan pikiran dan menenangkan hati.

"Jawablah, Pak!"  Desak pria itu.

"Orang yang suka berkelakar saya lah itu. Manusia yang tidak tahu berkelakar, ya Bapak lah!"

"Jadi?"

"Ya...Bapak," kataku sambil berlalu.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDAKI SERIBU ANAK TANGGA ZIARAH KE MAKAM SAHABAT RASULULLAH

KESEDERHANAAN SAID BIN AMIR

SEBUTIR PELURU