PROFESOR DAN JUTAWAN

Cersan
GELAR atau embel-embel yang dimiliki seseorang akan menjadikan dia orang yang disegani, dikagumi, dicari, dan akhirnya dicampakkan ke lubang cacing bila pamornya telah hancur dilebur waktu yang kita tidak mampu untuk menahannya. Karena waktu bukanlah kentut yang bisa kita lawan untuk meletuskannya. Hati-hatilah untuk melespaskan  bom yang satu ini, karena lebih berbahaya daripada eksoset. Kalau eksoset diluncurkan, maka dia akan menuju sasarannya. Akan tetapi kalau yang namanya angin amoniak itu sangat berbahaya. Karena yang ditembak kain celana, namun yang kena sasaran sepasang lubang yang ada di wajah kita.

Semua itu hasil riset yang telah dilakukan oleh Profesor Dr. Ir. Rober Nyoto Pelbagai Zat Amoniak Bik Nem Cek Cok Wae. Beliau merupakan seorang guru godang (besar) di sebuah universitar yang sangat terbelakang. Lantaran semua fakultas di kampus tersebut telah memiliki status kabur. Tapi entah mengapa peminatnya (mahasiswa) bisa dikira dengan induk jari-jari sepeda kumbang Pak Umar Bakle.

Orang berlomba-lomba tidak mau kuliah di situ, sebab uang iuran semesternya terlalu rendah. Iklan reklamenya kertas bertulis dan kain-kain terpampang di setiap persimpangan jalan tikus. Wow...hebat sekali.

Sang profesor bukan sosok yang asing di mata orang awam. Hal itu disebabkan beliau sering mengadakan penelitian tentang berapa ekor capung mati dan menetas telurnya setiap hari. Hasil penelitiannya sebagai data untuk melengkapi tulisan artikel yang akan disumbangkannya kepada seorang jutawan yang kehausan, karena tidak minum seharian.

Bukan karena uangnya tidak ada untuk membeli es doger disunyinya kota yang hiduk pikuk akibat bau yang diterbangkan angin dari kota yang berserakan. Uang sang jutawan hari dalam bentuk cek kosong. Jadi enggan baginya untuk menukarkannya ke bangku. Terpasalah dia duduk di pinggir selokan memperhatikan cebong dan ikan gobi yang puas meminum air dari berbagai jenis campuran itu. Wiih!

Sang jutawan berdiri dengan berkacak pinggang. Dia tunjukkan wajahnya yang pucat, karena digertak seorang anak kecil yang kelaparan, karena sejak pagi belum menelan sebutir nasi. Apalagi sepiring nasi. Terpaksalah anak itu menggertakan sang jutawan, agar memberi uang untuk membeli empat sehat lima sempurna 

" Biar saya sehat dan kuat, juga menang dalam perlombaan balita sehat, "
Kata bocah itu sambil menerima cek kosong dari sang jutawan.

Bocah keheranan melihat kertas yang tak pernah dilihatnya itu.

" Ini kan bukan uang?, "
" Saya tahu itu bukan uang, karena uang saya masih di kantong orang, "

Bocah itu berlari meninggalkan sang jutawan. Dia kemudian menaiki bus berlantai dua yang sedang berhenti menurunkan bocah-bocah berseragam putih merah, putih biru, dan putih abu-abu.

Sang jutawan merasa prihatin melihat begitu membludaknya generasi bangsa untuk menguber selembar ijazah. Mau jadi apa mereka setelah mendapat ijazah. Sementara lowongan kerja tidak sebanding dengan jumlah orang yang membutuhkan pekerjaan.

" Aku pun pengangguran, tapi sudah menjadi jutawan, " 
Kata hati sang jutawan sambil senyum sendiri.

**********

Sang jutawan pergi menemui sang profesor. Sang jutawan tersenyum bangga melihat idolanya sedang mengisikan air ke dalam tangki mobil rancangannya. Sang profesor berobsesi menyudahi pemakaian bahan bakar minyak jelantah dalam menyalakan mesin mobil. Lantaran minyak jelantah sudah dipastikannya sebagai minyak untuk perapi rambut yang menancap di kepalanya sekitar 2,30 persen. Juga untuk menggoreng telur mata keranjang saat melihat perempuan seksi konsumsi.

" Pak prof, saya mau minum, "
Ujar sang jutawan.

Sang profesor pura-pura tak mendengar, karena gendan telinganya sudah mulai keropos setelah memperoleh keberhasilan mendapat tanda tangan dari bintang failem - meniru logat orang eng ing eng - the gan.

" Pak prof, "
Sapa sang jutawan seraya menampar kening profesor, karena mendarat si penghisap darah.

" Hei...mengapa berani kau memukul jidatku?, "

" Ini prof, " 
Sang jutawan menunjukkan seekor nyamauk yang bersimbah darah.

" Hoo...terima kasih, "

" Prof, saya nggak butuh terima kasih. Saya mau minum, "

" Mau minum saja bilang-bilang. Apa kau takut air di sini sudah tercemar dengan bahan kimiaku?, "

" Air di sini masih murni  dengan sampah yang bergelimpangan di aliran sungai. Ayo...minumlah!, "
Kata sang profesor memastikan.

" Asal jangan kau buat mandi, sebab bisa membuat badanmu menjadi gitar tak bersuara, "
Sambung sang profesor.

Bagai seekor gajah, sang jutawan menyedot air yang sudah berwarna dan berbau itu tanpa hiraukan efek samping. Setelah teepenuhi hasratnya, sang jutawan duduk berdampingan dengan profesor dan seekor ayam betina yang sedang mengeram sebutir telurnya. Sedangkan telur yang lain telah punah disantap kerakusan ayam jago.

Dalam percakapan antara profesor dan jutawan, mereka sepakat menggelat berencana konferensi tingkat tinggi yang akan dihadiri seluruh cabang, ranting sampai daun organisasi mereka. 

**********

Konferensi berlangsung di sebuah hotel bintang berekor dibuka oleh profesor dengan memukulkan kepalanya ke rumus kimia yang baru ditemukannya. Profesor dan jutawan menyampaikan makalahnya di hadapan peserta. Kesimpulan isi makalah keduanya tentang solusi agar pengemis dan kere menjadi orang kaya yang tidak sombong.

Hampir sehari konferensi berlangsung, solusi yang dirancang oleh sang profesor dan jutawan belum mendapat kesepatan dari peserta. Akhirnya konferensi ditutup tanpa mendapat hasil kesepakatan dari peserta.

" Heiii...ngapai kalian di emperan tokoku, "
Tegur seorang pedagang yang baru membuka toko sandal jepit.

" Maaf, Pak, kami sedang membahas koferensi terbesar, "
Kata sang profesor.

" Aikh...kere. Bisa kalian hanya mengkhayal, "
Kata pemilik toko.

" Tapi kan saya profesor. Lihat ini jidat saya, bptak, "
Sang profesor dengan bangga menunjukkan jidatnya.

" Akh...sudahlah. Bagiku waktu itu uang. Jangan ganggu aku dengan cerita omong kosong. Ayoo ..pergi kalian dari sini!, "

" Tunggu dulu!, "
Ujar jutawan dengan garang.

" Minta dong uangnya, "
Sang jutawan menadahkan tangannya.

" Lima ribu saja, Pak, " 
Sambung sang jutawan penuh harap.

" Kalau nggak ada, sepuluh ribu pun jadi, "
Sambung sang profesor.

" Tawar, boleh kan?, "
Pancing pemilik toko.

" Boleh asal jangan kurang dari sepuluh ribu, "
Kata sang profesor.

" Oke...sepuluh ribu, tapi dua nolnya, "

" Ke mana kami cari dua nol lagi, Pak?, "

" Masuk klub sepakbola kalian. Tendang bola ke gawan lawan dua kali, "
Pemilik toko mulai kesal.

Profesor dan jutawan kembali menapaki jalan di kota untuk menjalankan profesinya sebagai pengemis.

" Da...tuan, "

" Da...kere, "

Waspada, Medan, 21 Desember 1986

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDAKI SERIBU ANAK TANGGA ZIARAH KE MAKAM SAHABAT RASULULLAH

KESEDERHANAAN SAID BIN AMIR

SEBUTIR PELURU