MENDAKI ASA DARI LEMBAH ILALANG

Cerita Hati

Kemiskinan tidak menyurutkan semangat dan perjuangan untuk meraih asa. Air mata dan peluh memenuhi rasa yang ditumpahkan di dalam setiap doa.

KAMI enam orang bersaudara. Tiga anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Aku anak sulung. Adikku Nazlah, anak kelima pada usia tiga tahun meninggal dunia, karena sakit. 

Kami dibesarkan dalam kehidupan ekonomi yang sangat pas-pasan. Ayah menafkahi kami sebagai juru foto amatir. Sedangkan emak guru berstatus pegawai negeri. Alhamdulillah, ayah dan emak mampu menyelamatkan pendidikan kami hingga tamat SMA. 

Setelah tamat SMA kami dihadang oleh dilema yang pelik. Hasrat ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tetapi apa daya kaki tidak mampu diajak untuk melangkah. Sementara untuk memasuki dunia kerja tidak semudah membalikkan pisang goreng di dalam genangan minyak panas. Lantaran jumlah lowongan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan pencari kerja.

Pada masa itu (1980-an) untuk menjadi pegawai negeri, tidak cukup hanya mengandalkan selembar ijazah SMA dan kepintaran. Untuk menjadi pegawai negeri harus pula ada berjabatan tangan dengan orang yang punya nama. Kalau tidak punya nama pastilah itu orang yang tinggal di hutan. He...he...he.

Pahrus

Melamar kerja di perusahaan swasta dibutuhkan karyawan yang berpengalaman dan lancar berbahasa Inggris. Mak jang! Awak lancar jugalah bahasa Inggris dengan sistem "yes or not" Ya...merasa tak masuk level itu, ambil jalan kalah sebelum bertandinglah awak. 

Puisi Kecewa

Alhamdulillah, Allah memberiku potensi bidang kepenulisan. Aku mulai bergelut dengan dunia kepenulisan. Sejumlah karya puisi berkali-kali kukirim ke redaksi Abrakadabra Harian Waspada Medan. Tidak mudah untuk diterbitkan redaksi tulisan kita di suratkabar. Harus melalui seleksi yang ketat, sehingga menjuruskan harapanku ke dalam jurang kecewa. 

Kecewa yang membara mengalirkan diksi dimuntahkan menjadi judul sebuah puisi. Kecewa, itulah puisiku yang pertama terbit di rubrik Abrakadabra. Kecewa/Kecewa/Aku kecewa/Inilah yang dapat kuberi.

Sejak itu aku benar menceburkan diriku, sehingga benar-benar basah ke dalam arus kepenulisan. Tulisan-tulisanku berupa puisi, cerpen, laporan, artikel bermunculan diberbagai suratkabar terbitan Medan; Waspada, Analisa, Garuda, Mimbar Umum, Bukit Barisan, Sinar Pembangunan, SIB, Dobrak, Taruna Baru, Persada, Berita Sore, Barisan Baru, Radar Medan, dan majalah Dunia Wanita. Namun akhirnya aku fokus menulis di harian Analisa, Medan.

Modal Rp 50.000

Kiprah kepenulisanku tertular kepada adikku, Irham. Bahkan dia mampu menembus suratkabar terbitan Jakarta, harian Pelita. 

Irham masih menyimpan setumpuk asa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Dengang modal tekad dan uang Rp 50.000 Irham mendaftarkan diri menjadi mahasiswa Fakultas Hukum, UMSU. Dia diterima menjadi mahasiswa, walaupun harus mencicil uang pembangunan.

Bangga juga mempunyai adik seorang mahasiswa. Tidak bakal ada yang menyangka anak orang miskin mampu mengecap pendidikan di kampus. Yang mana pada masa itu banyak orang memandang kami sebelah mata.

Alhamdulillah, Allah melimpahkan rezeki kepada Irham. Sejak semester tiga sampai dengan wisuda mendapat beasiswa, sehingga terbebas dari biaya kuliah. Anak ketiga dari pasangan Burhanuddin Amin Nasution dan Nurlela Lubis itu dioercaya pula sebagai ketua senat mahasiswa. Mantap bro!

Muncul Motivasi

Aku masih sibuk berkutat dengan dunia kepenulisan. Bahkan beban kerja bertambah menjadi reporer harian Mimbar Umum dan majalah Dunia Wanita. Dengan demikian aku semakin jauh dengan status mahasiswa. Bahkan dapat dikatakan keinginan melanjutkan pendidikan ke dunia kampus telah kikis dari hati.

Sekali waktu aku meliput berita ke SMA UISU, Medan tempat aku menamatkan SMA. Aku bertemu dengan Drs.H.Amhar Nasution, guru matematikaku sewaktu di SMP YPI Delitua. Aku bertukar pikiran dengan beliau tentang eksistensi guru. 

Setelah mendapat masukan dari beliau, semangatku kembali bergelora untuk menjadi guru. Aku bertekad kuat untuk mewujudkan cita-cita yang sudah terbenam sekitar lima tahun itu.

Tahun 1992 aku mendaftar di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) program study Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Biaya kuliahku paatilah dari hororarium tulisan yang kudapat dari perusahaan suratkabar tempatku menulis. Lumayan lho!

Setelah melalui proses dan perjuangan yang tidak mudah, aku berhasil menuntaskan pendidikan di FKIP UMSU. Tahun 1997 aku diwisuda dengan menyandang gelar Sarjana Pendidikan. 

Fashion Show

Getar kepenulisan tidak mampu menyentuh minat si bungsu, Nazrul. Dia memilih kreativitas anak muda  sebagai model. Berbagai ajang fashion show yang diselenggarakan berbagai perbelanjaan di Medan diikuti dan diraihnya kemenangan.

Menyadari dunia modeling bukan cita-cita, Nazrul meninggalkan cat walk. Dia melanjutkan pendidikannya hingga meraih gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum UMSU.

Meraih Asa

Setelah kami meraih sarjana tidak semudah mengucapkan cita-cita sewaktu kecil untuk meraih masa depan yang baik. Walaupun sudah sarjana bukan urusan mudah mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan. Kami harus melangkah lagi dengan bijak, berani dan tawaqqal kepada Allah Swt. 

Irham Buana Nasution sebelum menduduki jabatan dua priode sebagai ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan telah teruji magang di kantor tersebut sebagai aktivis hukum. Sebagai aktivis dia keluar masuk hutan bakau untuk masyrakat nelayan dan petani yang butuh perlindungan hukum. Bahkan panah beracun pernah menancap di betis beliau. Yang dilakukan oleh orang suruhan oknum yang terusik kealpaannya ditangani Irham. Namun ancaman itu tidak mengusik geliat hukum yang dilakukannya untuk kaum tertindas.

Nazrul, Irham

Ketua KPU Sumut

Tuntas tugas di LBH Medan pemerintah mempercayakan Irham selama dua priode menjadi ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara. Beliau dan jajaran KPU Sumut sukses menyelenggarakan dua kali Pemilu dan pemilihan gubernur Sumut.

Kini lelaki alumni SD Al Ansor Kedai Durian, SMP Negeri 2 Delitua, dan SMA Negeri 13 Medan menjadi wakil ketua DPRD Sumatera Utara dari Partai Golkar.

Menjadi Guru

Keinginanku menjadi guru terealisaai di Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Delitua. Aku dipercaya menjadi guru ditingkat SD, SMP, dan SMA. Bahkan memegang posisi sebagai wakil kepala sekolah. Selama tiga tahun aku metranspormasikan ilmu Bahasa Indonesia kepada para siswa di YPI. Aku pindah mengajar ke SD Kemala Bhayangkari 1 Medan pada tahun 2000 sampai dengan saat ini.

Sementara Nazrul sebelum menjadi menjadi PNS sebagai kabag SDM dan Hukum KPU Kabupaten Langkat pernah menjadi loper koran. Usai sholat Subuh beranjak dari rumah untuk mengantarkan koran ke langganan. Malu? Pastilah! Tapi perjalanan hidup harus dijalankan dengan baik. Kini anak bungsu itu sudah menyandang gelar M.Hum.

Nazrul, Pahrus, Ayah, Irham

Doa dan Semangat Keluarga

Perjalanan yang telah dan akan dilakukan pastilah tidak lepas dari doa yang tulus orang tua dan seluruh keluarga. Penuh keringat dan air mata menatih langkah membesarkan serta memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Semangat dan motivasi dalam kebersamaan menjadi pelita yang amat terang memberikan cahaya dalam gelap menyusuri langkah kecil dari lembah ilalang. Semoga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDAKI SERIBU ANAK TANGGA ZIARAH KE MAKAM SAHABAT RASULULLAH

KESEDERHANAAN SAID BIN AMIR

SEBUTIR PELURU