Postingan

JIKA

Matamu lunglai memasuki mataku Bukan salahmu! Aku lancang Menebar kembang disetiap helai rambutmu Jika... Kembang tidak lagi mewangi di rambutmu Bukan salahmu! Aku lancang Pernah membelainya Jika... Kembang gugur di rambutmu Izinkan aku rindu Pada selimut yang kau beri Medan, 22 Maret 2021 🌹🌹🌹 APA YANG KAU RINDUKAN CINTA DUNIA MAYA Aku tersudut Ketika kau sodorkan cinta Hatiku tak mampu bergerak Cinta menembus relung hati Meski aku tidak tahu Bentuk Warna Cinta yang kau beri Kemesraan Kasih sayang Berjalan di awan Indah Sahdu Ketika mata kubuka Aku hanya sendiri Di mana engkau, kasih Di mana kemesraanmu Akhirnya engkau pergi Setelah aku lelah Menikmati wajah dalam fatamorgana Kemesraan Kasih sayang Berjalan di awan Indah Sahdu Ketika mata kubuka Aku hanya sendiri Di mana engkau, kasih Di mana kemesraanmu Akhirnya engkau pergi Setelah aku lelah Menikmati wajah dalam fatamorgana

MAKNA PUISI

Puisi Puisi... Bukan sandi dan tanda Puisi... Cerna kata dalam ras Puisi... Rasapun berjiwa Hari puisi dunia, 21 Maret 2021

CORONA MEMBARA

Puisi CORONA MEMBARA Corona membara Jangan hati dan mata terpenjara Corona membara Bawa langkah terus bicara Corona membara Tak kan ke mana-mana Senyumlah! BALADA MASKER GENIT Corona berteriak bangga Masker bangkit dari pertapaan Badan penuh debu dan tak terbaca lagi Bergaya genit...tampil jadi primadona Masker menyumpan dendam Genitnya tak dibiarkan hampa Kepada langit dengan bangga dia berteriak, "aku nafasmu!" Meraih tangannya tak semudah bicara Langit meninggikan garis hidupnya Tebus mahal tak sekadar basa basi Ukh...! MENGHITUNG KEALPAAN Wuhan disembunyikan Corona bertahta bagai amuba Kelelawar, tikus, kodok jadi kambing hitam Vonis...ikh jangan memvonis Vonis diri sendiri Hitung kealpaan nurani Di situ bermain corona KITA BISA MENANG Corona menebar teror Semua ketakutan... Sembunyi Menjauh dari saudara Menjauh dari teman Corona makin perkasa Guru diancam Siswa diancam Tidak boleh bertemu Pintu sekolah ditutup rapat Guru kehilangan siswa Siswa kehilangan guru Gamang... B

NARASI DEDAUAN

Gambar
NARASI DEDAUNAN (1) Lambai dedaunan adalah denting-denting melodi alam Tembang keteduhan jiwa Napas pun menghela panjang Secuil narasi terbaca di mata Dedaunan layu...kuyu dipetik jemari masa Terhempas mati di batu Narasi yang tak terbaca mata Dedaunan kering Asa pun membeku...seperti batu Dedaunan adalah kita Hari ini... Kita tulis narasi romantis dedaunan Biarkan tunas-tunas mekar dan megar Disetiap butir tanah Disetiap butir batu Disetiap butir pasir Medan, 15 Januari 2014 ---------- NARASI DEDAUNAN (2) Kutilang terbang rendah Matanya liar mencari dahan tempat bertengger Tak satupun Jejeran menara terpajang membatu di matanya Kutilang terbang lunglai Matanya menangkap dahan kering Kaki kecilnya bertengger pelan Kutilang menata asa Tak terlihat pucuk ilalang  Kutilang menghela napas panjang Kutilang kehilangan belalang Dahan patah Kutilang...mati --------- BALADA POHON JAMBU Saat pacekelik Ayah menanam pohon jambu itu Daunnya layu Batangnya goyah Seakan tak mampu bertahan hidup Setel

SURAT CINTA YANG KOYAK

Puisi SURAT CINTA YANG KOYAK Surat cinta biru Bercerita rindu menembus tiap butir angin Lembut menyentuh pori jiwa Terlena dalam peluk asmara Tersimpan disetiap sudut bilik rumah cinta Surat cinta biru Ceritanya menghiasi relung hatimu Aku jadi lagi biru memayungi Aku jadi bayu membelai rambut hitammu Sekali detik menggelitik bongkah asmaramu Engkau terbuai dengan nyanyian rindu Kau pun tertidur pulas Hati yang bebas berjalan Seenaknya mengoyak surat cinta biru Kau membatu Ketika robekan surat cinta melukai bathin Aku lunglai Kasih...bercerminlah pada waktu Agar engkau tahu aku bukan batu

NEGERI SEJUTA GURU

Puisi NEGERI SEJUTA GURU I ni negeriku Sejuta guru Nasibnya terbelenggu Tangan-tangan yang pantas ditiru Apresiasi yang diberi Bukan keinginan hati Tapi jalan mencubit nafas guru Hingga terengah-engah Tiada yang peduli Tak takut dosa Tidak hiraukan sumpah serapah Asal perut membuncit ***** CATATAN SEORANG GURU Kemarin... Diriku adalah pahlawan Hari ini... Aku bukan pahlawan lagi Esok... Aku menanti pahlawan ----- MASIHKAH KITA PAHLAWAN Hari ini Matahari memalingkan ronanya Tiada lagi pelangi Mewarnai titik-titik hujan Terik mentari pun Memaksa pori-pori mengeluarkan peluh Raga dan jiwa penuh peluh Merobek nurani Luluhkan niat suci dengan gulungan ombak Panggilan masa Kita berjalan tak segagah Ki Hajar Dewantar Kita terbata ucapkan, tut wuri handayani Masihkah kita pahlawan? Kita bukan pahlawan lagi Kita hanya tinggal jejak-jejak  MONUMEN YANG TIDAK AKAN RUBUH Guruku,  Angin yang bercerita kepadaku Wajah mentari kau nikmati dengan rindu memeluk keluhku Wajah rembulan kau pandang dengan

SANG PEMUDA

Puisi SANG PEMUDA Dulu... SANG PEMUDA  Dulu... Pemuda bersumpah Satu bahasa Untuk kejayaan bangsa Sekarang Pemuda bersumpah Sepuluh bahasa Untuk kuasai negara ---------- KITA DAN SANG BAHASA Kita belum pandai berbahasa Kita masih sebatas bisa berbahasa Karena kita berbahasa sebatS bibir Karena kita berbahasa sebatas pelajaran Sang bahasa adalah jiwa bangsa Jiwa patriotisme Jiwa nasionalisme Jangan biarkan sumpah kita Hanya sebatas monumen sejarah Bahasa yang sejati Harus tertanam subur dalam taman jiwa ---------- S E A N D A I N Y A Seandainya... Pejabat negeri ini Ikut bersumpah pada Oktober 1928 Pasti Indonesia raya milik rakyat Pasti menyebar bhinneka tunggal ika Seandainya... Pejabat negeri ini bersumpah setulus sumpah Oktober 1928 Pasti tak ada pertikaian antarsuku Pasti kemakmuran milik rakyat Ironis... Tiap kali pejabat bersumpah Yang tumpah air mata rakyat Koruptor bertambah lagi