NARASI DEDAUAN
NARASI DEDAUNAN (1)
Lambai dedaunan adalah denting-denting melodi alam
Tembang keteduhan jiwa
Napas pun menghela panjang
Secuil narasi terbaca di mata
Dedaunan layu...kuyu dipetik jemari masa
Terhempas mati di batu
Narasi yang tak terbaca mata
Dedaunan kering
Asa pun membeku...seperti batu
Dedaunan adalah kita
Hari ini...
Kita tulis narasi romantis dedaunan
Biarkan tunas-tunas mekar dan megar
Disetiap butir tanah
Disetiap butir batu
Disetiap butir pasir
Medan, 15 Januari 2014
----------
NARASI DEDAUNAN (2)
Kutilang terbang rendah
Matanya liar mencari dahan tempat bertengger
Tak satupun
Jejeran menara terpajang membatu di matanya
Kutilang terbang lunglai
Matanya menangkap dahan kering
Kaki kecilnya bertengger pelan
Kutilang menata asa
Tak terlihat pucuk ilalang
Kutilang menghela napas panjang
Kutilang kehilangan belalang
Dahan patah
Kutilang...mati
---------
BALADA POHON JAMBU
Saat pacekelik
Ayah menanam pohon jambu itu
Daunnya layu
Batangnya goyah
Seakan tak mampu bertahan hidup
Setelah ayah pergi tanpa suara lagi
Tanah pertapakan rumah kita dijual
Pohon jambu ikut terjual
Bila aku rindu padamu, Ayah
Pohon jambu jadi obat rinduku
Saat ini, Ayah
Pohon jambu berbuah lebat...merah ranum
Mereka tak pernah mau tahu
Keringat dan doa yang pernah kau tebar memupuk tumbuhnya
Ayah, semoga dalam kekokohan pohon jambu
Ada bagian kebajikan untukmu
Aamiin
LELAKI PILIHAN
Lima lelaki sudah banyak bercerita kepada kita tentang asa-asanya pada esok hari
Seandainya duduk di singgasana
Lima lelaki bercerita kepada kita tentang kepedulian...tentang kepastian...tentang kesejahteraan
Mungkinkah...?
Lima lelaki mengatakan, dirinya yang terbaik
Buka mata nurani...dia pasti mampu melihat dengan objektif...dia pasti mampu memilih yang berwajah
Nurani tak bisa berbohong
Bacalah nurani!
Ada kalimat pilihan yang terbaik
Lelaki pilihan pun bersembunyi di sana
Jangan pilih lelaki yang ada di mata
Jangan dustai nurani
Bicaralah dengan bersih dan berani
SANG BEO
Suaramu ramah menyambut hadirku yang merdeka
Santap siang engkau hentikan demi telingaku yang rindu obrolanmu
Obrolanmu yang indah tentang nyanyian alam membiusku keteduhan
Ketika kerinduan tentang kebebasan engkau bisikan di telingaku, aku cuma bisa menghela nafas panjang
Tapi engkau tidak menghentak kecewa
Riang lompatmu penuh semangat
Kemarin kudengar kabar
Engkau tidak bisa lagi bertengger di tempat pertemuan kita
Kau bebas, sahabat
Baris suaramu tidak kudengar lagi
Yang tinggal kenangan
Aku rindu ceritamu
Aku rindu obrolanmu
Selamat jalan, sahabat
Delitua, 5 Juli 2022
Pahrus Zaman Nasution |
Komentar
Posting Komentar