DEMI KAU ANAKKU
ANAK PEREMPUANKU
Anak perempuanku
Seribu purnama jariku mengubur nyamuk yang kelaparan
Matahari terus membakar detik
Jariku tak lagi berkuku
Rentangkan jemarimu memerisai wajah
Agar nyamuk sungkan menatap wajahmu
Delitua, 8 Januari 2020
DEMI KAU ANAKKU
Anakku yang manis
Tidak ayah biarkan kau menahan pedih air mata
Tidak ayah lukis luka di bathin
Tidak ayah ukir sesal nafas langkah
Anakku yang manis
Demi lentik jemarimu memetik melati
Demi bening matamu melukis dunia
Demi peka nuranimu menata budi
Ayah rela membatu di sini
Nikmati senandung awan-awan hitam yang membakar bathin
Anakku yang manis
Teruslah bercanda dengan usiamu
Agar engkau tahu makna bathin
Rumah bahagiaku, Sibiru-biru, 24 April 2012
RUMAH UNTUK ANAKKU
Rumah kecil di atas bukit
Beratap langit biru
Berlantai bumi penuh rindu
Kado untuk tawa kecilmu, anakku
Nikmatilah dengan nafas ikhlas
Agar lukisan jiwa berbingkai indah
Terpajang di pagar rumah
Tafakur anakku dalam sujudmu
Biar engkau nikmati bathin Surga
JANGAN BAWA CERITA ITU
Engkau belum pandai melangkah jauh
Langkah kecilmu sejauh mata memandang
Tapi sudah tahu cerita awan-awan hitam yang menggantung di pintu hati
Seharusnya engkau tidak diberi permen
Namun engkau menangis mendengar cerita lelaki bermata hitam
Mendengar kisah perempuan berbibir merah
Seharusnya engkau takut kepada badai
Tapi engkau takut melihat lelaki berwajah merah
Melihat perempuan berambut gerai
Anakku
Jangan bawa cerita itu pada usiamu
Biarkan berakhir di langkah kecilmu
Jangan bawa cerita itu pada nafas panjangmu
Biarkan tuntas di matamu
Agar nuranimu bening menggapai asa
TAK KUMINTA KAU JADI KARTINI
Wajah langit yang engkau nikmati, biru tanpa debu
Engkau yang berwajah salju, basuh tangan dan kaki dengan air jiwa Kartini
Tapi...
Tak kuminta kau jadi Kartini
Engkau bersuara dengan suara sendiri
Menata langkah dengan kaki sendiri
Jadi wajah sendiri
Analisa, Medan, 17 Maret 2015
ANAKKU
Anakku, bila bulan bercanda di balik mega
Tidurlah dalam selimutku
Nyamankan bathinmu
Tebar sejuta doa; esok pagi terbentang asa
Anakku, pintu rumah kita tidak lebar
Tapi warna matahari bertaburan menghiasi bening hati
Tidurlah anakku dalam pangkuanku
Jangan pernah sangsikan pelukku
Jangan sangsikan darahmu dihisap nyamuk
Tak kubiarkan setetes pun darah keluar dari uratmu
WEJANGAN UNTUK PEREMPUANKU
Anak perempuanku...
Engkau bunga mekar di taman hati
Mekar mewangi
Angin beterbangan dendangkan kupu-kupu yang menari di matamu
Jika kau terpana
Layulah mekarmu
Pudarlah wangimu
Terkapar busuk di rimbun sampah
Anak perempuan
Mekarlah dengan perisai iman
Agar tangkai bungamu
Tak oleng dinyanyikan angin
Analisa, Medan, 22 Desember 2010
Komentar
Posting Komentar