RATU KAMPUS DAN PROFESOR

Cerpen Remaja Garuda
INTAN Baiduri, nama mahasiswi di sebuah kampus universitas swasta. Intan di kalangan civitas akademika dikenal sebagai ratu kampus. Gelar manusiawi didapatkannya dari kriteria kecantikan wajah dan postur tubuh yang aduhai bak penari melayu. Setiap pria yang melihatnya. Uhui... Pastilah terpesona.

Banyak kumbang kampus yang membeternya, tetapi Intan tidak pernah merasa jatuh cintrong kepada mereka. Menurutnya, kumbang-kumbang kampus masih berkantong tipis. Setipis kulit bawang. Sang ratu membutuhkan kumbang berkantong tebal. 

"Cintaku bukan komersil, tapi realita kehidupan," katanya kepada wartawan yang meliput berita unjuk rasa kumbang-kumbang kampus yang dipandang sebelah mata oleh sang ratu.

"Cinta harus sejalan dengan tuntutan kebutuhan," sambung sang ratu.

"Contoh sederhana," lanjut Intan. "Siang ini panas sekali. Aku haus, maka aku harus ke kantin membeli minuman. Butuh uang kan?" Kata ratu.

Ratu berlari menuju kantin kampus. Kedatangannya mendapat perhatian dari warga kampus, khususnya kumbang kampus yang masih penasaran untuk mendapatkan sentuhan cinta sang ratu.

"Kenapa mencolek-colek?" Tegur Intan kepada kumbang yang dengan sengaja menyentuh punggung tangan ratu.

"Akh...nggak. Saya cuma mau. Mau apa ya?" Kata kumbang itu cengegesan.

"Kau pula yang bertanya?"

"Saya malu menyampaikannya, tapi kalau dipaksa, tak apalah biar kukatakan," kata sang kumbang.

"Katakanlah!" Tantang sang ratu.

"Anu...anu...anu," 

Plok! Sebuah tamparan mendarat di pipi mahasiswa cengengesan itu. "Lembek kali, kau," ejek ratu kampus.

"Aku ingin bobok sama kau," umpat pria berambut gondrong.

"Ha...ha...ha," ratu kampus tertawa. "Ini baru namanya laki-laki. Sayangnya, kau bukan tipeku. Pergi kau sana!" Ratu kampus menolakkan tubuh sang mahasiswa, sehingga dia jatuh terjungkal. Dendam menyeret hatinya untuk melakukan hal yang sama dengan ratu kampus. Namun ratusan tangan di kantin melerainya, "Jangan! Jangan lakukan itu! Kau tak pernah dikatakan pahlawan melawan perempuan, walaupun tangan kananmu bijak bicara,"

Tak lama berselang sebuah mobil fiat bercat merah berhentin di jalan depan kantin. Ratu kampus segera menghampir mobil itu setelah memberi isyarat tiga kali klaksonnya berbunyi. Bak seorang ratu kerajaan yang akan naik ke atas kereta kencana yang dituntun oleh pengawal, ratu kampus mendapat perlakuan yang hampir sama. Seorang pria separo baya keluar dari mobil dan membukakan pintu depan sebelah kiri dan menpersilahkan ratu kampus masuk.

Para mahasiswa yang gigit jari hanya bisa terbengong melihat kejadian itu. Mereka tidak menduga ratu kampus mau digandengan oleh pria yang pantas menjadi ayahnya.

"Siapa pria yang beruntung itu?" Tanya seorang mahasiswa fakultas bercocok tanam di sawah.

"Pria itu seorang profesor yang menjadi inceran si ratu," balas temannya dari fakultas memotong rumput.

"Bah! Zaman sudah berubah!" Balas yang lain.

*****

Profesi bangga sekali ketika ratu mendampinginya masuk ke ruang kerjanya. Hari itu ratu kampus sengajar berpakaian ketat dan mini, agar profesor bergairah memandang kemolekan tubuhnya. Akan tetapi hal itu tidak membuat profesor terpancing. Dia bersikap biasa saja. Kata orang Medan, seolah-olah tidak ada kejadian.

"Hai...prof!" Sapa ratu.

"Mengapa prof belum menikah? Bukankah usia prof sudah setinggi pohon kelapa? Tidak adakah keinginan prof menikmati malam pertama?" Tanya ratu dengan beraninya.

"Jangan tunda lagi, prof," sambung ratu.

"Memangnya kalau ditunda, kenapa?" Tanya profesor.

"Beku!"

"Apa yang beku?"

"Hingus profesor akan beku kalau berada di kutub utara,"

"Jangan khawatir! Saya ada formulanya. Yang belum ada perempuan yang bersedia menjadi istri saya," kata profesor.

"Ada profesor!" Ratu cepat menjawabnya.

"Tapi punya syarat, prof," sambung ratu.

"Siapa perempuan itu?" Tanya profesor.

Tanpa canggung. Ratu langsung menjawab, "Saya, prof,"

"Sudah saya duga selama ini," kata profesor.

"Jadi selama ini profesor pun menyimpan cinta kepadaku?"

"Apa syaratnya?" Tanya profesor.

"Dua macam! Pertama, profesor harus meluluskan skripsi saya saat sidang meja hijau,"

"Baik! Mudah itu!"

"Yang kedua, profesor memperistri saya di dalam kisah cerpen ini,"

"Jadi, adegan kita ini hanya di dalam cerpen?" Tanya profesor.

"Iyalah! Mana mungkin gadis secantik aku mau menikah dengan profesor yang sudah tua,"

Sang profesor duduk termangu. Pikirannya melayang tinggi memasuki awan. Dia mencari kepintarannya yang telah dibodohi oleh secuil nafsu.

"Oya...sekadar profesor tahu. Calon suamiku adalah penulis dan sutradara cerpen ini,"

"Kalau begitu, ayo...kita lakukan adegan cium yang nyata. Ayo...!" Ajak profesor dengan nafsunya yang terus mendekati ratu.

"Stop! Stop!" Teriaku selaku sutradara cerpen ini ketika tangan profesor berhasil menggenggam tangan ratu.

"Cerpen sudah selesai!" Kata selaku penulis cerpen ini.

Bluur! Lampu mati. Profesor cuma jadi penonton ingusan ketika melihat ratu memelukku erat dan mendaratkan kecupan lembut di bibir. Duh! Akh!

✍️Kedai Durian, 1987


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDAKI SERIBU ANAK TANGGA ZIARAH KE MAKAM SAHABAT RASULULLAH

KESEDERHANAAN SAID BIN AMIR

SEBUTIR PELURU