Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2023

MONUMEN UNTUK IBU

Gambar
Cerpen MONUMEN UNTUK IBU SUDAH lama orang-orang berencana untuk membangun sebuah monumen. Monumen untuk mengenang jasa ibu. Perempuan yang telah mengandung, melahirkan, menyusukan dan membesarkan mereka. Akan tetapi, entah mengapa setiap akan dimulai pembangunannya terhadang rintangan, sehingga gagal dan gagal untuk diwujudkan monumen tersebut. Begitupun orang-orang tidak pernah menyemai dan memupuk benih putus asa. Kecewa memang pernah merayapi dinding hidup. Oleh sebab itu, dari generasi ke generasi sikap itu terus diwariskan, agar dapat terwujud pembangunan monumen untuk ibu. Tiap generasi tidak pernah berhenti mencari teknik yang terbaik untuk dapat membangun monumen tersebut. Berbagai bentuk rancang bangun sudah disiapkan, tetapi pembangunannya belum bisa juga terwujud. Kini giliran generasi melenium menampilkan sosok tangan modrenisasi untuk membangun monumen itu. Mereka yakin mampu membangunnya dengan ditopang oleh teknologi canggih. Yang diimbangi pula inteletual  masa depan. M

TERUS BERJALAN

Jagad Pantun TERUS BERJALAN Istana Maimoon lewat Kampung Baru Halaman istana banyak wisatawan Kota Medan banyak jalan baru Salah belok bisa terus berjalan Memang manis anak perempuan Senyum manis selalu dibagikan Terus berjalan tidak sampai tujuan Gerangan siapa yang melakukan? Banyak polusi di tengah kota Percuma taman tidak dirawat Dijawab mudah sebelah mata Terus berjalan pasti tersesat Kancing baju ganti peniti Tilam busuk banyak kepinding Terus berjalan tidak berhenti pastilah jarum jam dinding

BERDEKLAMASI

Gambar
Berdeklamasi Sosok wajah berdeklamasi Puisi karya anak bangsa Berdiri dengan percaya diri Untuk raih prestasi Deklamasi puisi Hati dan pikiran berjalan Mencari puisi yang tersimpan Dalam hati Puisi yang tersimpan dalam hati Lepas dengan suara lantang Agar puisi berintonasi Menembus ilalang menghadang Ekspresi wajah di mata Bebas bermain dalam setiap kata Ekspresi puisi dibaca Agar puisi punya rasa Medan, Januari 2021 ✍️✍️✍️ Janji Itu Hutang Aku duduk sendiri Memandang hujan sejak siang tadi Bukan hujan kubenci Kutahu hujan rahmad Illahi Yang kusyukuri Hujan yang tak berhenti Tersimpan gundah di hati Terbayang wajah teman menanti Menanti aku menemui Kemarin kuberi janji Pada sahabat yang baik hati Siang ini Berlatih bersama membaca puisi Kuberdoa di dalam hati Semoga hujan diredakan Illahi Robbi Agar kupenuhi janji Sebab janji hutang yang dilunasi Delitua, Januari 2021 ✍️✍️✍️ Toleransi Dalam Keberagaman Di sini Indonesia Negeri bhinneka tungggal ika Suara agama diagungkan terdepan Ketuh

CUCI TANGAN

Jagad Pantun CUCI TANGAN Pisang barangan makanan raja Pisan dimakan pencuci mulut Cuci tangan bukan menyiram saja Tangan diusap dengan lembut Pagi hari banyak embun Embun pagi menetes pelan Tangan merata dilumur sabun Sabun dilumur membunuh kuman Kerbau berjalan menarik pedati Pedati berisi daun pandan Tangan bersih kuman mati Makan nasi menjadi aman Kelapa tua banyak santan Santan menggulai telur puyuh Cuci tangan jangan abaikan Biar virus pergi menjauh
Gambar
  Cerita Anak KESAKSIAN IRMA Suasana SD Citra yang nyaman dan aman berubah menjadi tidak aman. Tiga bulan terakhir banyak siswa yang kehilangan uang dan handpone. Seminggu sekali dua sampai dengan tiga siswa melapor kepada wali kelas kehilangan uang dan handpone yang disimpan di tas sekolah. Uang dan handpone diambil oleh sang pencuri dari dalam tas siswa saat jam istirahat. Pencuri memanfaatkan waktu tersebut dengan cermat, karena tidak seorang siswa pun berada di ruang kelas. Kondisi ruang belajar yang kosong memancing keberanian percuri masuk ke dalam kelas dan mengobok-obok setiap tas siswa. Sejumlah siswa yang dicurigai sebagai pelakuan pencurian Juara 3 menulis cerita anak bagi guru-guru di jajaran YKB Sumatera Utara tahun 2023

PERGANTIAN TAHUN

Gambar
Jagad Pantun PERGANTIAN TAHUN Kelopak bertingkat memanglah cantik M awar merah menggoda hati Jangan sembarang mawar dipetik Mawar mekar batang berduri Bunga mawar batang berduri Kelopak berembun waktu subuh Detik sangat cepat berlari Duapuluh satu pergi menjauh Hati tempat cinta berlabuh Setangkai mawar kekasih terhibur Duapuluh satu pergi menjauh Harapan tertunda jangan dikubur Mawar merah dilihat tidak jemu Letak atas meja waktu sarapan Duapuluh dua datang bertamu Tamu disambut taburkan harapan Bunga mawar tanam di pekarangan Mekar setangkai sudah pun gugur Harapan dipacu dengan perjuangan Setelah sukses jangan takabur

BAJU HARI RAYA

Gambar
SUDACO dari arah Medan ke Delitua, persis berhenti di depan rumah Golak. Seorang pria turun dengan menenteng tas plastik bertulis nama sebuah toko baju. Pria itu tidak asing Golak. Mereka warga asli Desa Berdiam Diri.  Nih...kukasih tahu namanya, Pulak.      Usia kami terpaut pada kepala bilangan. Umurku berkepala lima. Sedangkan Pulak usianya berkepala tiga.  Pulak, orangnya sangat mandiri. Makan sendiri, tidur sendiri, mandi sendiri dan naik sudaco sendiri. Wajarlah itu, karena dia belum menikah. Bukan tak ada perempuan yang jatuh hati kepadanya. Cuma pintu hatinya belum bisa dibuka akibat kuncinya dipatahkan dan dibuang kekasihnya yang menghilang tanpa kabar. "Capek kali kau kutengok," sapaku. Pulak menyeka keringat di dahi dengan tangan, "Wiih...panas," gumamnya. Bangku di bawah pohon jambu menjadi sasarannya melepas lelah. Kenyamanan dirasakannya, karena pohon jambu berdaun rindang, sehingga sejuk. Apalagi sesekali berhembus angin memainkan dedaunan. "Dari

MENDAKI ASA DARI LEMBAH ILALANG

Gambar
Cerita Hati Kemiskinan tidak menyurutkan semangat dan perjuangan untuk meraih asa. Air mata dan peluh memenuhi rasa yang ditumpahkan di dalam setiap doa. KAMI enam orang bersaudara. Tiga anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Aku anak sulung. Adikku Nazlah, anak kelima pada usia tiga tahun meninggal dunia, karena sakit.  Kami dibesarkan dalam kehidupan ekonomi yang sangat pas-pasan. Ayah menafkahi kami sebagai juru foto amatir. Sedangkan emak guru berstatus pegawai negeri. Alhamdulillah, ayah dan emak mampu menyelamatkan pendidikan kami hingga tamat SMA.  Setelah tamat SMA kami dihadang oleh dilema yang pelik. Hasrat ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tetapi apa daya kaki tidak mampu diajak untuk melangkah. Sementara untuk memasuki dunia kerja tidak semudah membalikkan pisang goreng di dalam genangan minyak panas. Lantaran jumlah lowongan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan pencari kerja. Pada masa itu (1980-an) untuk menjadi pegawai negeri, tidak cukup hanya men

BOCAH DI HADAPANKU

Gambar
Cerpen BOCAH DI HADAPANKU PERSIS pukul 13.00, bel tanda selesai jam pembelajara berdering nyaring. Setelah berdoa, satu demi satu siswa keluar dari kelasnya.  Usai sholat Zuhur, aku beranjak pulang. Kuhampiri tempat parkir untuk mengambil sepeda motor. Dari kejauhan terlihat ada sesuatu yang lain di jok sepeda motorku. Benar! Setangkai mawar merah diletakkan di jok sepeda motorku. "Waduh! Siapa yang iseng?" Pikirku. Aku tidak merespons hal tersebut. Kuanggap itu hanya keisengan siswa. Sepeda motor kupacu meninggalkan sekolah tempatku mengajar. ***** Keesokan hari pada saat pulang mengajar, aku menemukan lagi setangkai mawar di jok sepeda motorku. Aku mulai kesal dengan keusilan siswa. Kuintrograsi tiga siswa yang sedang bermain di dekat tempat parkir. Tanpa ragu mereka memastikan, bahwa mereka tidak melakukannya. Mereka pun tidak melihat siapa pelakunya. "Sungguh, Pak? Kami nggak tahu," kata mereka bersamaan. Aku menganggap masalah tersebut selesai. Aku tidak perlu