Postingan

RUMAH BERCAT PUTIH

Cerpen RUMAH BERCAT PUTIH Hampir sebulan ebulan Drs.Muis, Kepala SMU Negeri 50 tidak melaksanakan tugasnya. Sakit kencing manis yang mendera tubuhnya, kambuh. Yang mengharuskan beliau opname di rumah sakit. Sosok Muis yang dikenal sebagai guru yang berdisiplin, ulet, dan gigih. Biarpun dalam kondisi sakit, tetapi pikirannya tertuju ke sekolah yang dipimpinnya.  Siksaan bathin yang dalam baginya terkurung dalam kamar opname. Siksaan itu kian mendera nuraninya ketika dokter menasihatkan, agar beliau istirahat total selama seminggu setelah keluar dari rumah sakit  " Assalamualikum, " seseorang mengucapkan salam di depan pintu rumahnya. Muis yang sedang duduk santai sembari membaca buku di ruang tamu rumahnya. Dengan perlahan beliau berjalan mendekati pintu dan membukanya. " Alaikumsalam, "  balasnya setelah membuka pintu rumah. Muis terpana melihat orang yang berdiri di hadapannya. Beliau seakan tidak percaya dengan penglihatannya. Dibuka kacamata minusnya. Beberapa ka

LELAKI DIAM

Puisi LELAKI DIAM Lelaki kecil, diam Bukan bertapa Penuh wajah Mencari sebaris birahi Yang ditempelkan di dinding hati Lelaki kecil, diam Penuh wajah Meraba satu di antaranya Tuk langitkan suara bayi Ternyata matahari sore Mengingatkan lelaki kecil, diam Diam itu lebih elok daripada pergulatan rasa tanpa terasa Yang menyuntikkan api dan nanah ✍️ Analisa, 17 Oktober 1999 ---------- RINDU KERING Tawa matahari Senyum rembulan Gemulai lenggok sayap kupu-kupu Dilukis tiap detik Berbingkai nafas putih Tak lagi menggantung di mata R i n d u Tentang serantai sawah Tempat menanam butir-butir esok Berpagar nurani putih Tak lagi terdengar R i n d u Seenak tangan membalik tiap butir tanah Mencari rindu Lelah...aku lelah Tak sebutir tanah pun menyembunyikan rinduku ✍️ Delitua, Februari 2000 👉Analisa, 16 Maret 2000 ---------- BALADA JUMAT SIANG Trotoar jembatan Suprapto Membiarkan perempuan tua renta Melintas dengan kaki gemetar Siang itu menusuk matanya Tatapan mengharap iba Nuansa kebeningan yang

K H A Y A L A N

Gambar
Cerpen YON tidak tahu harus menjawab apa ketika seorang dara menyapannya. Bukan berarti dia kikuk atau grogi berhadapan dengan perempuan. Yon belum mengenalnya.  "Saya, Sri Purnama Sari, mahasiswi semester akhir. Suka bergaul bebas," kata dara itu memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangannya kepada Yon. "Anda jangan sangsi!" Sambung dara itu. "Bergaul bebas bukan pereks, kumpul kebo, nyabu. Kebebasan saya, ceplas ceplos. Saya bukan gadis pingitan," lanjut Sri. "Nona Sri mengenal saya dari mana?" Tanya Yon di tengah deru suara air terjun. "Majalah. Biografi dan gambar abang ada dalam majalah," kata Sri. "Nona senang membacanya?" Sri mengangguk. "Lebih senang lagi setelah membaca cerpen tulisan, abang." "Kok senang?" Tanya Yon. "Kisah dalam cerpen itu persis dengan realita kehidupan saya." "Sejak itu," sambung Sri, "Aku selalu menanti cerpen abang. Semua cerpen abang kukliping. Po

SELAMAT JALAN SAYANG

Gambar
Cerpen SELAMAT JALAN SAYANGKU SEJAK SMA, antara aku dan Ria telah menjalin hubungan asmara, tapi tidak mendapat restu dari kedua orang tuanya. Mereka menilai bibit keluargaku kurang baik. Ayahku pernah terjerembab ke lembah minuman keras dan judi. Mereka takut kalau hal tersebut menular dalam kehidupanku. Yang dapat menghancurkan kebahagiaan Ria.  Apapun rintangan yang menghadang kami hadapi bersama sebagai wujud kesetiaan hati. Aku dan Ria tahu konsekwensinya, Ria akan didepak dari keluarga jika bersikeras mempertahankan kebersamaan denganku. Namun Ria tidak mempersoalkan hal itu. Dia kokoh dengan keputusannya menjadi istriku. Walhasil, aku dan Ria mengambil jalan lintas, kawin lari. "Ini calon anak kami yang pertama, dok. Sudah enam tahun kami membina rumah tangga," kataku kepada dokter yang memeriksa kondisi kehamilan Ria. "Kondisi ibu dan bayi sehat. Harapan saya, untuk menyetabilkan kondisi ibu dan bayi, ibu harus banyak beristirahat, konsumsi vitamin, sayur, dan bu

OII...MAK

Gambar
DENGAN penuh rasa kecewa kutinggalkan wisma yang dipenuhi ribuan orang. Mereka melototkan matanya di deretan angka yang terpampang di dinding wisma itu. Yang pasti nomor ujianku sebagai peserta tes pegawai ngeri, tak tertera di pengumuman itu. Tidak perlu repot mencari tahu penyebab kegagalanku bersaing menjadi pegawai ngeri. Hanya menghabiskan waktu, pikiran, dan tenaga. Biarlah waktu yang memberi tahu. Kunaiku bus antarpropinsi baru kembali dari Jakarta - Medan. Aku duduk di bangku penumpang barisan kedua di belakang supir. Di sisi kiriku telah duduk seorang perempuan yang sebaya denganku. Aku dan perempuan itu saling diam.  Birahi jontikku menaik. Sesekali kucuri pandang melihat wajahnya yang manis. "Hmm...cantik!" Gumamku. Persis dengan  cewekku yang mengecewakanku. Eh...tanpa kusadari wajahnya berbalik memandangku. Senyumnya terkulum melihat sikapku yang salah tingkah. Woo...malunya. "Kenapa?" Tanyanya. "Mabuk ya?" Sambungnya sembari menyerah minyak a

SURAT KESERATUS

Gambar
Cerpen Garuda SETIAP hari ada saja surat diantar pak pos ke rumahku. Akan tetapi, aku tidak mau peduli dengan surat-surat itu. Sejak kecil, aku tidak menyukai surat-menyurat. Namun, belakangan hatiku dihentak keingintahuan tentang surat-surat itu. Pertama, surat itu dari siapa? Kedua, dari mana mereka mendapatkan alamatku, dan ketiga, untuk apa aku dikirimi surat? Keempat, mengapa istriku tidak cemburu aku dibajiri surat? Aku tahu betul sifat istriku yang pecemburu. Jika ketahuan aku bercakap-cakap dengan perempuan, rona wajahnya langsung berubah merah, dan cemberut. Tak pelak lagi, aku pun dicerca dengan pertanyaan atas perempuan yang bercakap denganku. ***** Seminggu belakangan, pak pos tidak pernah lagi datang ke rumahku. Kerinduanku dengan beliau mencuat juga, terlebih klakson sepeda motornya selalu membangunkan aku dari lamunan yang tidak bermakna. Begitupun, aku tidak memusingkan datang atau tidaknya surat untukku. Yang terpenting aku masih bisa dengan leluasa menghadap meja kerj

RATU KAMPUS DAN PROFESOR

Gambar
Cerpen Remaja Garuda I NTAN Baiduri, nama mahasiswi di sebuah kampus universitas swasta. Intan di kalangan civitas akademika dikenal sebagai ratu kampus. Gelar manusiawi didapatkannya dari kriteria kecantikan wajah dan postur tubuh yang aduhai bak penari melayu. Setiap pria yang melihatnya. Uhui... Pastilah terpesona. Banyak kumbang kampus yang membeternya, tetapi Intan tidak pernah merasa jatuh cintrong kepada mereka. Menurutnya, kumbang-kumbang kampus masih berkantong tipis. Setipis kulit bawang. Sang ratu membutuhkan kumbang berkantong tebal.  "Cintaku bukan komersil, tapi realita kehidupan," katanya kepada wartawan yang meliput berita unjuk rasa kumbang-kumbang kampus yang dipandang sebelah mata oleh sang ratu. "Cinta harus sejalan dengan tuntutan kebutuhan," sambung sang ratu. "Contoh sederhana," lanjut Intan. "Siang ini panas sekali. Aku haus, maka aku harus ke kantin membeli minuman. Butuh uang kan?" Kata ratu. Ratu berlari menuju kantin k